Homo Proponit, sed Deus Disponit
I'm gonna describe myself to you a lil bit first.
Honestly, gue termasuk manusia yang sangat fleksibel, tapi untuk sesuatu yang dianggap penting dalam hidup, gue cenderung memikirkan dan mempertimbangkan banyak hal, so I dont think "Let it flow" as usual. Gue itu tipe pemikir keras dalam otak, tapi gue gapernah bisa dengan gamblang ngungkapinnya, karena setiap gue ngomong pasti bakal ngeblank terus bikin gue jadi gagap, dan akhirnya gue memilih buat dipendam lagi. Hal itu jadi salah satu faktor yang sering bikin gue marah sama diri sendiri. Ada banyak banget hal yang gue pikirin dalam otak, yang bikin gue sering cepet ngelupain sesuatu dan memilih untuk bodoamat. Lo pada tau kan apa artinya kalau udah bodoamat? yeah, the thing means nothing for me.
When I was nine (If I'm not mistaken) Archaeologist is the one of my biggest dream, cuz it feels like I wanna talk to history in every single day, especially ancient civilization, then visiting historical building in this world in private or not. Gue sempet nyeritain juga sedikit soal impian ini di cerita "Kenapa Sih Harus Turki?". I've tried in every way possible, berharap cita-cita masa kecil yang kembali jadi cita-cita gue pas SMA kelas 3 itu terwujud. Sayangnya, ternyata impian itu harus gue kubur lagi dalam-dalam. Gue gagal 3 kali berturut-turut. Gue yang salah juga sih karena ngga mampu memanfaatkan peluang sebaik mungkin. Gue saat itu ngga totalitas seperti biasanya gue ambis.
At that moment, I'm desperate, ngga tau apa yang gue mau dan harus pilih. Akhirnya gue mutusin buat memilih jalan yang orang lain -secara ngga langsung- harapkan dari gue. Sejujurnya gue pun pengen banget membuka dan memilih jalan gue sendiri, tapi gue ngga bisa. Gue ngga punya kesempatan itu. Setiap hari gue masih nanya ke diri sendiri, "Pilihan gue ini udah tepat belum ya? Gue bakal nyesel ngga ya nanti?"
Komentar
Posting Komentar